• September 22, 2023

Tinta Hitam Dibalik Kejayaan PSM Makassar

Meski Liga Indonesia sering disebut Liga Jawa, nyatanya klub yang menjuarai kompetisi tersebut selalu datang dari luar Pulau Jawa. Setidaknya itu terjadi dalam tiga tahun terakhir. 

Musim ini yang berhak menggondol trofi BRI Liga 1 adalah PSM Makassar. Tim kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan ini mengantongi 75 poin untuk menjadi pemuncak klasemen akhir Liga Indonesia 2022/23. 

Namun, PSM tak bisa berlarut-larut dalam kegembiraan. Masih banyak masalah yang harus dihadapi klub berjuluk Juku Eja ini. Meski keluar sebagai juara, PSM masih memiliki segunung pekerjaan rumah untuk diselesaikan. Apalagi mereka akan tampil di kompetisi Asia musim depan. 

Juara Liga Indonesia 

Meski jadi salah satu tim yang hampir degradasi musim lalu, PSM Makassar membuktikan diri dengan kebangkitan luar biasa di musim 2022/23. Meski di awal musim PSM terseok-seok karena masih bermain di kompetisi Asia, bersama pelatih Bernardo Tavares Juku Eja berhasil mengakhiri musim ini sebagai pemuncak klasemen BRI Liga 1 Indonesia.

Meski PSM bermain di dua kompetisi, mereka terbukti mampu konsisten di jadwal pertandingan yang terbilang cukup padat. Menariknya, PSM sudah dinobatkan sebagai juara Liga Indonesia sejak 31 Maret lalu. Pasalnya, di dua laga sisa, poin PSM sudah tak bisa dikejar.

Dahaga juara selama 23 tahun akhirnya terbayar tuntas. Kemenangan PSM Makassar disambut luar biasa oleh masyarakat Sulawesi Selatan. Selebrasi juara menjadi pesta rakyat yang dirayakan bersama segala kalangan. Trofi bahkan diarak menggunakan mobil bak terbuka dari Parepare hingga Kota Makassar.

Cuma Dapet Trofi Doang? 

Jika kita melihat lebih teliti, ada yang menarik dalam arak-arakan tersebut, trofi yang diterima PSM jauh berbeda dengan yang diterima Bali United musim lalu. Trofi musim ini didesain ulang oleh PT Liga Indonesia Baru. Bahkan modelnya berubah 100% dari trofi musim lalu.

Perubahan trofi dirasa aneh karena pada dasarnya, bentuk trofi kompetisi sekelas liga utama seharusnya sama dari tahun ke tahun. Kalau Bali United sudah meraihnya tiga kali beruntun barulah perubahan trofi bisa dilakukan. PSM juga dikabarkan hanya mendapat trofi saja tanpa hadiah uang tunai. Kok bisa?

Tenang, ini bukan penggelapan atau panitia yang kelupaan mencetak papan hadiah simbolis. Namun, memang regulasinya seperti itu. Aneh? Tentu tidak, namanya juga Liga Indonesia. Seperti diketahui, PT LIB telah memastikan tak ada uang hadiah untuk juara Liga 1. Aturan tersebut ternyata sudah diterapkan sejak musim 2018 lalu. 

Bahkan Bali United yang sukses menjadi juara Liga 1 dua musim berturut-turut juga tak mendapat hadiah uang. Kendati begitu sang juara akan mendapat tambahan subsidi musim depan. Kabarnya tambahan subsidi tersebut akan didapat dari hak siar.

Jadi wajar ketika beberapa pemain melayangkan sindiran melalui media sosial seperti unggahan Safrudin Tahar. Ia menuliskan “Juara dapat apa? Hilal sampai saat ini belum kelihatan, lebaran tinggal menghitung hari”. Sindiran itu disinyalir muncul karena tim tidak mendapat hadiah uang tunai. Setiap pemain PSM hanya dapat hadiah satu unit sepeda motor. Itu pun dari Honda sebagai sponsor utama di jersey Juku Eja musim ini.

Tampil Di Kompetisi Asia dong?

Karena Indonesia terbebas dari sanksi FIFA meski gagal menyelenggarakan Piala Dunia U-20, PSM yang keluar sebagai juara Liga Indonesia masih punya hak untuk tampil di kompetisi Asia. 

Tak tanggung-tanggung, dilansir Detik, federasi sepakbola Asia telah merestui satu tiket play off Liga Champions Asia yang akan diperebutkan oleh PSM sebagai juara Liga Indonesia musim 2022/23 dan Bali United sebagai juara Liga Indonesia musim 2021/22. AFC memberikan tiga slot untuk wakil Indonesia di kompetisi Asia. Satu tiket ke play-off Liga Champions, satu babak penyisihan grup AFC Cup, dan satu untuk play-off AFC Cup.

Tim yang kalah dalam laga perebutan itu akan bermain di penyisihan grup AFC Cup musim depan. Dan satu tiket play off AFC Cup kabarnya akan jadi milik peringkat kedua liga, Persija Jakarta. Dengan begitu sudah dipastikan bahwa PSM akan tampil di kompetisi Asia apa pun levelnya. 

Nggak Punya Stadion

Mempunyai kesempatan untuk kembali tampil di kompetisi Asia, PSM justru masih punya PR menggunung yang belum diselesaikan. Salah satu yang paling parah adalah soal infrastruktur. Perlu diketahui, PSM keluar sebagai juara liga dengan status tim musafir yang tidak mempunyai homebase.

Keresahan tim sepakbola yang tak punya homebase atau stadion sendiri sebetulnya sudah jadi masalah biasa di Indonesia. Namun, masalah serupa jarang terjadi kepada tim yang berhasil menjadi juara Liga Indonesia. Terakhir terjadi tahun 2017 lalu, saat tim siluman macam Bhayangkara FC tiba-tiba juara Liga Indonesia.

PSM Makassar tak memiliki homebase karena Stadion Mattoanging sedang dalam tahap renovasi. Jadi, mau nggak mau Juku Eja harus jadi tim musafir ketika menjamu tim-tim lawan. Manajemen sempat kesulitan untuk mencari stadion sementara yang memenuhi regulasi liga, ya meskipun regulasi sebetulnya bisa diakali.

Pada akhirnya mereka memutuskan untuk menggunakan Stadion Gelora BJ Habibie di Parepare, yang jaraknya 155,8 kilometer dari Kota Makassar. Jadi tak heran arak-arakan juara PSM Makassar dilaksanakan dari Parepare hingga Makassar guna menghargai masyarakat Parepare yang membolehkan stadionnya dipinjam.

Proses renovasi Stadion Mattoanging diperkirakan tak akan rampung akhir tahun ini. Karena menurut perwakilan Pemprov Sulsel, adanya gugatan kepemilikan tanah dan beberapa ganti rugi mengakibatkan pembangunan stadion mengalami kemunduran. Namun, pemprov tetap ingin melanjutkan pembangunan. Jadi, bisa dipastikan musim depan PSM akan menjadi tim musafir lagi.

Makin Ruwet Jika…

Tentu ini akan menyulitkan manajemen dan tim-tim lain. Pasalnya, stadion BJ Habibie dikabarkan tak memenuhi standar AFC. Maka dari itu harus meminjam stadion tim lain. Musim lalu, Bali United jadi tim yang berbaik hati untuk meminjamkan stadionnya pada PSM.

Situasi akan makin sulit jika Bali United yang memenangkan satu tiket play off Liga Champions Asia. Meski Bali United tak selamanya akan bermain kandang, ini tetap akan merepotkan kalau harus bergantian dengan PSM.

Jika Serdadu Tridatu yang mewakili Indonesia di Liga Champions Asia, PSM harus mencari stadion lain guna memainkan laga kandang kompetisi Asia. Mungkin manajemen klub bisa menghubungi Mas Kaesang buat pinjam Stadion Manahan Solo yang kualitasnya sudah diakui oleh FIFA.

Hanya Modal Skuad Juara? Tidak Cukup!

Jika bermain di dua kompetisi, kedalaman skuad juga harus diperbaiki oleh PSM. Mengandalkan skuad juara saja tentu tidak cukup. Strategi transfer harus segera diperbaiki, PSM tidak bisa terus-menerus hanya mengambil pemain-pemain muda dan murah dari kompetisi Liga 2 untuk melawan tim-tim kuat di kompetisi se-Asia. Apalagi kita tahu Liga 2 sudah lama mandek.

Manajemen harus pandai-pandai mengatur ulang keuangan klub untuk setidaknya memperkuat setiap lini. Setidaknya untuk mencari pelapis Wiljan Pluim di lini tengah. Pluim memang jadi yang terbaik musim ini. Tapi PSM masih butuh pelapis yang sepadan di lini tengah. Yakali PSM mau menguras habis tenaga pemain yang sudah berusia 34 tahun untuk bermain di dua kompetisi sekaligus.

Sumber: CNN, Detik, Goal, Bola

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *