• September 27, 2023

Perjalanan Klub Sultan Malaga Menggila Di Champions League

20 Mei 2023, kekalahan Malaga atas Alaves dengan skor 2-1 memastikan mereka terdegradasi ke divisi ke-3 Liga Spanyol. Ini jadi pertama kalinya mereka terdegradasi ke kasta ke-3 sejak tahun 1998.

Tapi bukan itu yang membuat kisah Malaga menarik untuk dibahas. Melainkan, hanya 10 tahun sebelumnya, Malaga pernah jadi tim kuda hitam di Champions League. Tepatnya pada bulan April 2013, sebuah tim menghibur dari Spanyol yang ditukangi Manuel Pellegrini melakukan perjalanan luar biasa di Champions League.

Tim ini diisi oleh para bintang seperti Julio Baptista, Joaquin, dan Isco. Mereka sempat memimpin agregat 2-1 lawan Dortmund asuhan Jurgen Klopp di perempat final. Setelah sebelumnya mengalahkan tim kuat seperti AC Milan dan FC Porto.

Tim Sultan Dari Spanyol

Perlu diketahui, los albicelestes memang tidak selalu sehebat era 2013 itu. Gambaran soal tim kuat di La Liga memang selalu dipegang oleh Real Madrid, Barcelona, Atletico Madrid, atau bahkan Sevilla.

Atau mungkin para penggemar La Liga senior mengingat Valencia asuhan Rafael Benitez di era 2000-an awal. Tapi tidak dengan Malaga. Bahkan tidak banyak yang ingat Malaga pernah jadi tim kelas berat Eropa.

Semua bermula di tahun 2008. Malaga sedang mengalami krisis keuangan dan presiden klub saat itu, Fernando Sanz berniat untuk menjual klub. Kabar itu terdengar sampai ke telinga Sheikh Abdullah bin Nasser Al-Thani dari Qatar. Ia akhirnya membeli klub di tahun 2010. Dibawah kepemilikan Al-Thani, Malaga terbebas dari masalah finansial dan hutang.

Proyek membangun tim pun dimulai. Diawali dengan mencomot mantan pelatih Real Madrid, Manuel Pellegrini sebagai entrenador. Kemudian, mereka juga mampu membeli banyak pemain top.

Di tahun 2011, dunia sepak bola menyaksikan bagaimana Malaga mulai belanja besar-besaran. Nama besar seperti Ruud Van Nistelrooy, Julio Baptista, dan Martin Demichelis didatangkan. Tak lupa pula para pemain menjanjikan seperti Nacho Monreal, Santi Cazorla, dan Isco.

Memasuki Musim Terbaik Dengan Skuad Pincang

Itu membentuk skuad yang cukup ideal di La Liga. Demichelis yang datang dari Bayern Munchen memberikan pengalaman dan konsistensi di lini bertahan. Sementara tugas serupa di lini serang diserahkan kepada Van Nistelrooy.

Di lini tengah Malaga punya senjata mematikan bernama Santi Cazorla. Mantan playmaker Villarreal itu jadi bagian integral di lini tengah Malaga. Tugasnya dibantu oleh Isco yang saat itu masih 19 tahun tapi sudah jadi tumpuan kreativitas tim Pellegrini.

Misi mereka adalah bisa lolos Champions League musim 2012/13. Dengan skuad seperti itu, Malaga langsung mewujudkannya. Mereka finis di peringkat ke-4 La Liga musim 2011/12. Artinya mereka berhak masuk babak play off Champions League musim 2012/13.

Itu adalah pertama kalinya Malaga bisa tampil di panggung termegah Eropa. Tapi beberapa masalah sudah mulai muncul. Van Nistelrooy yang sudah berusia 36 tahun memutuskan pensiun. Kemudian UEFA mulai mengendus potensi pelanggaran FFP. Malaga pun harus menjual bintang mereka, Santi Cazorla ke Arsenal seharga 19 juta euro.

Sebagai gantinya, Malaga mendatangkan Javier Saviola dan Roque Santa Cruz. Meskipun datang dengan skuad pincang, mereka masih bisa mengalahkan Panathinaikos di babak kualifikasi. Malaga pun berhak menempati grup C yang diisi oleh AC Milan, Zenit, dan Anderlecht.

Jadi Pemuncak Klasemen

Masuk di grup yang berisi para penguasa di Liganya masing-masing, perjalanan Malaga tidak diprediksi mudah. Asumsinya tentu AC Milan yang jadi runner up Serie A musim sebelumnya akan melenggang dengan mudah. Sementara itu Zenit St Petersburg dan Anderlecht yang punya sejarah lebih panjang di Eropa juga tidak bisa diremehkan.

Tapi Malaga bisa mengalahkan Zenit dan Anderlecht dengan cukup mudah. Di laga pembuka lawan Zenit, los albicelestes menang 3-0 lewat dua gol dari Isco dan satu gol dari Saviola. Kemudian bertandang ke Anderlecht, Malaga kembali menang 3-0 berkat dua gol dari Eliseu dan satu gol dari Joaquin.

Tantangan sebenarnya adalah di pertandingan ke-3 melawan AC Milan. Tak disangka Milan yang sebelumnya perkasa sebagai runner up Serie A musim sebelumnya, datang di laga ini dengan porak poranda. Mereka baru saja ditinggal Zlatan Ibrahimovic ke PSG. Thiago Silva, Nesta, Seedorf, Gattuso, dan Inzaghi juga pergi.

Keadaan itu bisa dimanfaatkan oleh Malaga. Meskipun Joaquin sempat gagal mengeksekusi penalti, tapi ia bisa menebusnya lewat gol di menit 64. Itu jadi satu-satunya gol di laga tersebut. Sekaligus membuat los albicelestes mencatatkan rekor sempurna. Tiga pertandingan, tiga kemenangan dan tanpa kebobolan.

Malaga melanjutkan tiga pertandingan sisa fase grup tanpa kemenangan. Ketiganya mereka selesaikan dengan hasil imbang. Dengan itu Malaga lolos sebagai pemuncak klasemen. Mereka mencatatkan hasil tak terkalahkan dan 12 gol. Hanya PSG, Real Madrid, dan Bayern Munchen yang mencatatkan gol lebih banyak di fase grup.

Comeback Di Babak 16 Besar

Lolos fase grup dengan catatan luar biasa itu membuat Malaga jadi berbangga hati. Mereka belum pernah menerima kekalahan di kampanye Champions League pertama mereka. Di babak 16 besar mereka bertemu dengan juara 2004, FC Porto.

Kekalahan pertama mereka di Eropa pun tiba di Estadio do Dragao. Gol tunggal dari Joao Moutinho di menit 56 jadi satu-satunya gol di leg pertama. Hasil itu membuat Malaga kembali terjun ke permukaan. Mereka bukanlah tim tak terkalahkan seperti yang mereka kira.

Usaha lebih pun dikerahkan pasukan Pellegrini di leg kedua. Tensi tinggi tersaji di Stadion La Rosaleda. Hingga menit ke-35 permainan sering terhenti karena selalu saja ada pelanggaran. Tidak ada yang memberikan serangan berarti sampai di menit ke-43, Isco melepaskan tembakan voli luar biasa untuk membuka keunggulan.

Kartu merah yang diterima Defour cukup mempersulit keadaan Porto. Malaga pun mendapat kendali permainan. Sampai akhirnya di menit ke-77, Roque Santa Cruz yang datang menggantikan Baptista mencetak gol kedua. Dengan gol itu tim Andalusia menuntaskan comeback mereka. Sekaligus memastikan tiket ke babak perempat final.

Takluk Dengan Keberuntungan

Di babak perempat final inilah mereka menghadapi Borussia Dortmund. Ini bukan tim Dortmund biasa. Tim ini diisi para pemain seperti Mario Gotze, Ilkay Gundogan, Marco Reus, dan tentu saja Robert Lewandowski. Juga ditukangi oleh pelatih yang paling diamati di Eropa saat itu, Jurgen Klopp. Dortmund datang dengan status juara Bundesliga back-to-back di tahun 2011 dan 2012.

Di leg pertama, Malaga masih bisa menahan imbang Dortmund dengan skor kacamata. Willy Caballero jadi protagonis utama Malaga saat itu. Ia menampilkan sejumlah penyelamatan penting. Tapi tidak mencetak gol di laga kandang membuat misi mereka di leg kedua jadi sedikit tambah sulit.

Sebab leg kedua digelar di Signal Iduna Park yang diisi para ultras Dortmund yang mengintimidasi. Dortmund yang sedang dalam masa puncaknya juga hanya punya satu misi, yaitu jadi juara Eropa. Pesan itu semakin jelas saat kedua tim memasuki lapangan, the yellow wall memaparkan koreografi paling ikonik di Champions League.

Meskipun begitu, Malaga bisa unggul lebih dulu lewat gol dari Joaquin di menit ke-25. Namun Dortmund masih bisa mengimbangi permainan. Hanya 15 menit berselang, Lewandowski mencetak gol penyeimbang di menit ke-40. Babak pertama pun berakhir dengan skor 1-1.

Kedudukan 1-1 ini masih menguntungkan Malaga mengingat peraturan gol tandang masih berlaku. Ini membuat Malaga bermain sedikit lebih tenang di babak kedua. Mereka bahkan bisa mencetak gol kedua di menit-82 lewat Eliseu. Jika dilihat dari tayangan ulang, Eliseu jelas offside. Tapi waktu itu belum ada VAR jadi gol Malaga pun sah.

Official menunjukan 4 menit perpanjangan waktu. Semua orang mengira Dortmund akan kalah. Tapi di menit ke-91, Marco Reus mencetak gol penyeimbang. Dan hanya dua menit setelahnya, kemelut terjadi di depan gawang Malaga. Menghasilkan bola memantul ke kaki Felipe Santana dan menghasilkan gol untuk Dortmund.

Berakhirnya Sebuah Era

Dortmund pun bisa melaju sampai final. Di semifinal mereka bahkan bertemu tim Spanyol lain, Real Madrid. Tapi dengan mudah Dortmund menang dengan agregat 4-3. Malaga sendiri pulang dengan keadaan yang buruk. Ada masalah besar menunggu mereka di rumah.

Investigasi lebih lanjut dari UEFA menemukan penyimpangan di buku keuangan Malaga. Mereka pun dipaksa untuk menjual Nacho Monreal ke Arsenal untuk menambah pemasukan sah. Tapi itu belum cukup. Malaga harus bisa lolos 4 besar La Liga untuk bisa setidaknya terus dapat uang partisipasi Champions League musim selanjutnya.

Sayangnya meskipun mengesankan di Champions League, di musim 2012/13 itu Malaga hanya mampu finis di peringkat ke-6 La Liga. Dan ini diperparah dengan keputusan UEFA yang menjatuhkan hukuman larangan mengikuti kompetisi Eropa selama dua tahun.

Sanksi FFP itu mengacaukan keuangan mereka. Eksodus massal pun terjadi di La Rosaleda. Pertama Manuel Pellegrini pindah ke Manchester City, kemudian Joaquin ke Fiorentina, dan Demichelis ke Atletico Madrid. Isco yang jadi bintang setelah Cazorla pergi, juga meninggalkan Malaga. Ia dibeli Madrid jauh dibawah harga yang seharusnya.

Di tahun 2018, Malaga resmi turun ke Liga Segunda Division setelah jadi juru kunci di La Liga. Dua tahun kemudian, pengadilan regional memerintahkan Malaga memecat Al-Thani sebagai presiden. Ada bukti penyelewengan dana dan terbukti juga keluarga Al-Thani menilep uang klub sebesar 7 juta euro.

Meski keadaan keuangan sedikit membaik setelah Al-Thani hengkang, Malaga masih terpuruk di lapangan. Pada akhirnya di tahun 2023, hanya 10 tahun setelah perjalanan menakjubkan di Eropa, Malaga terjun ke divisi 3. Los Albicelestes, the skyblues, mereka jadi contoh klub yang terbang terlalu tinggi dan jatuh terlalu jauh.

Sumber referensi: Bein, BBC, Daily, TFT, UEFA, FEspana, B/R

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *