• September 30, 2023

Menimbang Masa Depan Liga Indonesia dengan Format Baru Ala MLS

Perubahan diusung Erick Thohir dalam mengelola sepakbola Indonesia. Itu sudah terlihat sejak hari pertama ia menjabat sebagai Ketua Umum PSSI yang baru. Dirinya sudah resmi mengumumkan kalau Liga 1 Indonesia musim depan bakal mengalami banyak sekali perubahan. Bahkan dari nama saja, kabarnya akan diganti bukan lagi BRI.

Perlu diketahui, perubahan tentu tak selamanya disambut positif. Meski sudah disepakati, ada saja pro dan kontra yang tersaji. Lantas, perubahan yang dibawa Erick ini akan membawa kompetisi Indonesia lebih maju atau justru merugikan sepakbola Indonesia?

Baru Tapi Nggak Baru-baru Amat

Berdasarkan hasil sarasehan pada Maret lalu, musim depan Liga Indonesia bakal memperbarui beberapa format dan regulasi. Salah satunya adalah penggunaan sistem kompetisi yang unik, yakni dibagi menjadi dua fase. Dua fase itu dinamakan Reguler Series dan Championship. Adanya dua fase ini membuat siapa yang bakal juara liga baru akan ditentukan di babak Championship. 

Reguler Series akan dilaksanakan lebih dulu dari tanggal 1 Juli 2023 hingga 28 April 2024 yang bakal mempertemukan 18 tim dalam 34 pekan. Lalu, empat tim teratas akan berlanjut ke fase Championship dengan sistem knock out. Dalam beberapa aspek, format baru ini mirip dengan Major League Soccer di Amerika Serikat.

Apakah dengan menganut format dari negara yang tak menjadikan sepakbola olahraga nomor satu membuat persepakbolaan Indonesia dicap mengalami kemunduran? Tidak juga. Penggunaan sistem ini justru jadi langkah yang menarik. Mengapa demikian? Karena format seperti ini akan menyajikan persaingan ketat hingga pekan terakhir. 

Menariknya, sistem kompetisi yang dibagi-bagi seperti ini tak begitu asing di persepakbolaan tanah air. Sebelum munculnya Indonesia Super League pada 2008, sepakbola Indonesia cukup lama menggunakan sistem kompetisi yang dipecah menjadi dua wilayah, yakni wilayah timur dan barat berdasarkan geografis klub.

Peraturan Ketat Untuk Klub

Selain formatnya yang diubah, PSSI juga memberikan beberapa peraturan ketat soal profesionalisme klub sepakbola di Indonesia. Menurut hasil sarasehan kemarin, ada beberapa poin yang perlu dipenuhi oleh klub.

Salah satunya, PT LIB mewajibkan setiap klub untuk memenuhi aspek profesionalisme dengan mengikuti national club licensing cycle pada tahun 2024. Klub yang gagal meraih lisensi tersebut akan berdampak terhadap jumlah kontribusi komersial, seperti pembagian hak siar.

Selain itu ada juga soal jumlah pemain dalam skuad. Setiap tim hanya diperbolehkan mendaftarkan 35 pemain saja. Kabarnya, ada dua jendela transfer untuk kompetisi musim depan. Periode pertama dibuka pada 12 Juni hingga 3 September 2023. Sementara itu, jendela transfer tengah musim bakal digelar pada 1 hingga 28 November 2023.

Regulasi Pemain Asing

Nah, yang cukup ekstrem adalah perubahan pada regulasi pemain asing. Musim lalu, klub hanya dibolehkan menggunakan empat pemain asing yang salah satunya harus dari negara Asia. Sedangkan musim depan setiap klub diizinkan memiliki enam pemain asing, yang salah satunya harus dari negara di Asia Tenggara.

Jumlah ini terbilang sangat banyak. Bayangkan saja apabila klub memainkan semua pemain asingnya? Legiun asing otomatis akan mengisi separuh lebih skuad utama. Jadi sudah dipastikan regulasi ini akan sangat berpengaruh pada kiprah pemain lokal. 

Jika enam pemain di skuad utama sudah diisi oleh pemain asing, kuota pemain lokal tinggal lima saja. Posisi gelandang tengah dan striker tengah sudah pasti akan diisi oleh pemain asing. Pemain Indonesia paling cuma kebagian posisi “tukang lari” seperti bek sayap dan sayap.

Gimana mau nyari striker lokal yang berkualitas kalau timnya aja isinya pemain asing semua? Klub harus pandai mengatur porsi bermain bagi para pemain lokal. Klub harus berani mencadangkan satu atau dua pemain asing guna memberikan kesempatan kepada talenta Indonesia. 

Apalagi jumlahnya tidak relevan dengan jumlah kompetisi di Indonesia yang cuma satu. Tanpa kompetisi lain pasti membuat pelatih jarang melakukan rotasi. Beda halnya dengan klub-klub Malaysia yang melakoni dua kompetisi domestik. Jadi wajar kalau federasi mengizinkan klub mendaftarkan sembilan pemain asing.

Pemberdayaan Pemain Muda

Nah untuk menyikapi itu, PSSI sudah menyiapkan regulasi penggunaan pemain muda Indonesia. Setiap klub diwajibkan untuk menurunkan setidaknya satu pemain lokal berusia dibawah 23 tahun selama 45 menit penuh.

Tanpa mengesampingkan regulasi tersebut, ada peraturan lain yang lebih berpengaruh dalam memberikan pemain muda jam terbang di persepakbolaan Indonesia. Jawabannya adalah melaksanakan Elite Pro Academy (EPA). Kabarnya, musim depan semua level kelompok umur harus dijalankan dalam sistem yang memadai.

Sayangnya, regulasi itu dinilai kurang efektif. Pada musim 2017/18 pernah diterapkan. Setiap klub mendaftarkan lima pemain U-23 di mana tiga diantaranya wajib bermain selama 45 menit. Tujuan kebijakan ini karena kala itu Timnas akan bertanding di SEA Games. Tapi, menit bermain saja nyatanya tak cukup untuk meningkatkan kualitas mereka. Indonesia tetap saja gagal meraih emas di SEA Games 2017.

Penggunaan VAR?

Pengembangan di bidang teknologi juga jadi perhatian Erick Thohir musim depan. Kabarnya, Liga Indonesia musim depan akan menggunakan VAR secara bertahap. Operator Liga 1 berencana menggunakan VAR mulai paruh kedua kompetisi, yakni pada awal tahun 2024.

Tidak bisa dipungkiri, pada musim 2022/23 banyak keputusan wasit yang di luar nalar. Seperti keputusan penalti yang salah hingga putusan offside atau onside. Tentu saja keputusan-keputusan ngawur itu merugikan klub dan perkembangan liga secara umum.

Erick Thohir tentu sadar bahwa menerapkan teknologi sekelas VAR tidak akan mudah dan murah. Selain itu, tidak semua infrastruktur stadion di Indonesia siap dalam waktu dekat untuk pemasangan VAR. Karena setiap stadion internasional biasanya punya ruangan khusus untuk puluhan layar yang diawasi oleh wasit khusus.

Nah, selain secara infrastruktur pembekalan soal SDM wasit pun tak kalah pentingnya. Karena tampaknya belum ada nih pelatihan tentang cara pengoperasian VAR bagi wasit-wasit Indonesia. Nggak lucu juga kan, kalau alat sudah ada tapi wasitnya justru nggak ngerti cara pakainya?

Maka dari itu, PSSI menggandeng negara-negara macam Jepang dan Jerman yang terbilang maju soal pengelolaan sepakbola. Dari negara-negara itulah Indonesia mendapat bantuan guna meningkatkan kualitas mutu kompetisi dan SDM perwasitan.

Larangan Suporter 

Selain penambahan pemain asing yang cukup banyak, ada peraturan unik yang cukup kontroversial. Mulai musim depan PT Liga Indonesia Baru melarang suporter tim tamu untuk datang ke stadion saat melakoni laga tandang. Sederhananya, fans dilarang away ke kandang lawan.

Padahal tujuan dari format Championship adalah untuk meningkatkan animo penonton yang hadir di stadion. Lantaran laga-laga di babak gugur akan menampilkan tim-tim terkuat di liga Indonesia. Tapi jika kebijakannya begitu, gimana nasib fans yang ingin mendukung klub kesayangannya?

Tenang, ini hanya sementara. Tapi PSSI belum bisa memastikan sampai kapan. Langkah ini diambil demi keberlangsungan sepakbola tanah air. Menurut Bola.net, Indonesia masih dipantau FIFA imbas Tragedi Kanjuruhan kemarin. FIFA menginginkan adanya transformasi sepakbola di Indonesia secara menyeluruh, termasuk dari suporter. Jadi, semua ini demi keselamatan suporter itu sendiri.

Sumber: Bola.net, Bola.com, Goal, Panditfootball, Suara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *