
Ketika Middlesbrough Nyaris Jadi Juara Eropa
admin
- 0
Saat Michael Carrick diangkat jadi manajer Middlesbrough pada tanggal 25 Oktober 2022, mereka duduk di peringkat 18. The Boro sedang berjuang terhindar dari degradasi. Tapi Carrick bisa mengubah Middlesbrough jadi tim yang tampil atraktif.
Di bawah asuhan legenda MU itu, teessiders menjalani 10 pertandingan kandang beruntun tanpa kekalahan. Meskipun pada akhirnya gagal promosi ke Premier League 2023/24, tapi mereka setidaknya duduk di posisi ke-4 Championship. Well, bisa dibilang Carrick bisa membuat Boro jadi menarik untuk disaksikan lagi.
Memang sebelum Carrick datang, tak ada yang peduli dengan Boro. Mereka hanya tim kecil dari kota kecil di pinggiran Inggris.
Tapi jauh sebelum itu, tepatnya di musim 2005/06 Boro pernah menciptakan keajaiban di Eropa. Mereka bisa mengalahkan AS Roma asuhan Luciano Spalletti, menghasilkan salah satu comeback paling dramatis di Europa League, dan melaju sampai Final Europa League 2006. Bagaimana kisahnya?
Perebutan Tiket Eropa Yang Dramatis
Untuk memahami lebih lanjut, kita perlu menarik ingatan di musim sebelumnya dan bagaimana mereka bisa dapat slot eropa. Sebab bahkan saat itu Middlesbrough bukan tim yang diperhitungkan sama sekali. Tim-tim yang biasa memegang slot Eropa masih dipegang oleh Manchester United, Liverpool, atau Arsenal.
Tapi musim 2004/05 terasa jadi musim milik Boro. Mereka akhirnya mendapatkan piala bergengsi pertama setelah menang lawan Bolton Wanderers di final Carling Cup. Juga, dapat spot untuk ikut Europa League, yang saat itu masih disebut Europa Cup. Hebatnya, kesempatan itu mereka dapatkan dengan cara yang sangat dramatis.
Boro harus menunggu sampai hari terakhir musim 2004/05. Lawan yang mereka hadapi adalah Manchester City. Kedua tim ini sama-sama mengincar peringkat 7, yang merupakan slot terakhir Europa League.
Teessiders mampu unggul lebih dulu lewat free kick brilian dari Hasselbaink di menit ke-23. City baru bisa membalasnya di menit ke-46 lewat gol dari Kizito Musampa. Tapi itu tidak cukup sebab City perlu menang untuk bisa naik posisi.
#OnThisDay in 2005, Man City manager Stuart Pearce needed to find a winner in the final game of the season vs Middlesbrough so he put David James upfront… 🤔#MCFC pic.twitter.com/zeOFDtFJPI
— The Sack Race (@thesackrace) May 15, 2020
Di menit-88, Kiper David James pun berganti posisi jadi striker untuk menambah daya gedor Manchester City. Dan kesempatan City benar-benar datang di menit akhir, ketika mereka mendapatkan penalti. Namun, dengan heroik Mark Schwarzer menyelamatkan tendangan penalti Robbie Fowler. Pertandingan pun berakhir dengan Middlesbrough dapat tiket ke Eropa.
Skuad Penuh Bakat
Kiper Mark Schwarzer pun jadi pahlawan dan dapat nyanyiannya sendiri dari para pendukung Boro. Namun selain posisi penjaga gawang, skuad teessiders adalah skuad yang seimbang. Dihuni pemain penuh talenta dan bakat homegrown yang menjanjikan.
Di posisi bek tengah, ada Chris Riggot pemain Inggris U21. Ia berduet dengan Gareth Southgate, yang jadi pelatih timnas senior Inggris sejak 2016. Di posisi gelandang ada dua pemain berpengalaman. George Boateng dan mantan pemain timnas Brasil, Doriva. Pelapis mereka adalah Fabio Rochemback yang baru didatangkan dari Barcelona, dan mantan pemain timnas Spanyol, Gaizka Mendieta.
Posisi sayap diisi pemain homegrown, Stewart Downing dan James Morrison. Di sisi depan, ditempati para pencetak gol andal, Mark Viduka dan Jimmy Floyd Hasselbaink. Ditambah legenda Nigeria Yakubu dan pemain menjanjikan dari Italia, Massimo Maccarone.
Pemain-pemain itu dipimpin oleh pelatih penuh pengalaman, Steve McClaren. Ia merupakan mantan asisten pelatih timnas Inggris. Ia juga mantan asisten pelatih Sir Alex Ferguson dan kembali jadi asisten pelatih di Old Trafford di tahun 2022.
Middlesbrough FC..Manager Steve McClaren Holds The 2004 League Cup Aloft At The Riverside pic.twitter.com/X5QlKOBVZu
— Superb Footy Pics (@SuperbFootyPics) June 23, 2014
McClaren dan anak-anak asuhnya akan berkelana di 6 negara dan menjalani petualangan luar biasa di Eropa. Cerita yang penuh keajaiban dan nyaris berakhir bahagia.
Perkasa di Penyisihan Grup
Middlesbrough menempati grup D. Disitu ada AZ Alkmaar dari Belanda, Litex Lovech dari Bulgaria, Dnipro dari Ukraina, Dan Grasshopper Club Zurich dari Swiss. Menariknya, itu bukan grup neraka. Boro bisa lolos dengan cukup mudah.
Mereka mampu mengalahkan semua kontestan. Hanya pernah sekali imbang saat bertandang ke markas AZ Alkmaar asuhan Louis Van Gaal. Tim McClaren dengan mudah mengemas 10 point dengan 6 koleksi gol dan tanpa kebobolan sekalipun.
Lini serang yang tajam membantu Boro. Hasselbaink, Viduka, Yakubu, dan Massimo Maccarone menyumbang gol. Sedangkan lini bertahan kokoh yang dipimpin Gareth Southgate membuat teessiders cleansheet sampai akhir penyisihan grup. Boro pun lolos sebagai pemuncak grup.
Mengalahkan Stuttgart di Babak 32 Besar
Tantangan lebih serius menanti Boro saat menghadapi wakil Jerman Stuttgart di babak 32 besar. Memainkan pertandingan di Jerman, teessiders justru unggul lebih dulu. Hasselbaink mencetak gol pembuka saat pertandingan baru berjalan 20 menit.
teessiders kemudian menggandakan keunggulan di babak kedua. Gol itu dicetak Stuart Parnaby. Saat pertandingan hanya tersisa 4 menit, Stuttgart berhasil mencetak gol balasan dari Danijel Ljuboja.
Di Leg kedua Boro tampil lebih buruk. Stuttgart bisa mencetak gol pembuka lewat Christian Trifferet di menit ke-13. Meskipun begitu, Southgate dan kolega masih bisa memastikan tidak ada gol tambahan tercipta. The teessiders pun berhak lolos setelah unggul gol tandang.
Pecundangi AS Roma di 16 Besar
Setelah itu, penantang kelas berat Eropa menanti. Wakil Serie A, AS Roma asuhan Luciano Spalletti. Meskipun begitu, leg pertama masih jadi milik Boro setelah mereka menang 1-0 lewat gol tunggal Yakubu.
Leg kedua jadi pertandingan yang lebih greget. Meskipun begitu, gol pembuka masih jadi milik teessiders. Hasselbaink mencetak gol di menit 32 dan membuat Boro memimpin agregat 2-0. Tapi tampil di depan pendukungnya sendiri di Stadio Olimpico, Roma tak mau kalah.
Hasilnya Mancini mencetak gol di menit ke-43. Yang kemudian digandakan oleh Mancini lagi di menit ke-66. Meskipun begitu, tidak ada gol tambahan. Middlesbrough pun tetap menang berkat unggul agregat gol tandang. Para pendukung Boro pun bernyanyi: “Kami hanya sebuah kota kecil di Eropa”
Comeback Lawan Basel di Perempat Final
Tak pernah terbayangkan sebelumnya bagi publik Riverside Stadium bisa mengalahkan AS Roma. Dan kini mereka melangkah ke perempat final Europa League. Pasukan McClaren bertandang ke Swiss untuk menghadapi wakil yang lebih kuat, FC Basel.
Bermain di St. Jakob-Park, Basel tampil jauh lebih tenang. Meski Boro bisa menciptakan beberapa peluang, tapi gol pembuka jadi milik Basel. Tendangan keras dari Delgado di menit 43 tak mampu ditahan oleh Schwarzer.
Dan hanya tiga menit setelahnya, Basel kembali mencetak gol berkat usaha dari David Dagen. Tak ada gol tambahan di babak kedua. Pertandingan pun berakhir dengan skor 2-0.
Tertinggal 2-0 di leg pertama membuat Boro gigit jari. Artinya mereka harus mencetak setidaknya 3 gol untuk memastikan diri lolos. Tapi publik Riverside makin gelisah setelah Eduardo mencetak gol untuk Basel di menit 23. Kini Boro butuh 4 gol untuk menang.
Secuil harapan muncul setelah Viduka mencetak gol di menit ke-33. Boro kembali tampil lebih menekan dan legenda sepak bola Australia itu kembali mencetak gol keduanya di menit 57. Publik Riverside pun kembali bersorak untuk gol dari Hasselbaink di menit 79.
Gol itu membuat agregat jadi 3-3. Tapi Basel masih unggul gol tandang. Dengan segala kekuatan yang tersisa, Massimo Maccarone mencetak gol pamungkas di menit ke-90. Publik Riverside pun menggila mengetahui mereka bisa melangkah ke semifinal Europa League.
Tantangan Berat Untuk Ke Final
Namun cobaan terberat datang ke Boro setelahnya. Bukan hanya karena mereka kalah 1-0 di leg pertama melawan Steaua Bucharest. Tapi kiper andalan mereka, Mark Schwarzer cedera di semifinal FA Cup, beberapa hari sebelum leg kedua digelar.
Boro pun harus memainkan kiper cadangan Brad Jones di leg kedua lawan Bucharest. Sambil berusaha mengembalikan defisit gol. Tapi misi itu jadi makin berat ketika Bucharest malah mencetak gol pembuka saat laga baru berjalan 16 menit. Pelakunya adalah Dica, yang juga jadi pencetak gol tunggal di leg pertama.
Brad Jones yang minim pengalaman kembali melakukan kesalahan. Ia tak mampu menangkap bola di tangannya sehingga gol kedua untuk Bucharest pun tercipta di menit ke-24. Publik Riverside yang tadinya terdiam kini mulai cemas. Lagi-lagi Boro butuh keajaiban 4 gol untuk menang.
Steve McClaren pun putar otak. Di menit 26, McClaren melakukan pergantian pemain yang tak terduga. Ia mengeluarkan Gareth Southgate yang seorang bek, dan memasukkan Maccarone yang seorang penyerang.
Mengaum di Eropa
Strateginya terbukti ampuh saat Maccarone langsung mencetak gol di menit 33. Teessiders mulai bisa memanfaatkan lini pertahanan Bucharest yang lemah. Serangan bertubi tubi dilancarkan para pemain Middlesbrough. Viduka pun akhirnya mencetak gol kedua di menit ke-64. Riggot kemudian mencetak gol tambahan di menit 73.
Semua orang mengira pertandingan akan berakhir dengan keunggulan gol tandang Bucharest. Tapi keajaiban tercipta. Di menit 89, Maccarone menyambar bola untuk menggetarkan gawang Bucharest.
Wakil Romania pun berusaha membalas tapi semua usaha sia sia. Peluit panjang ditiup, penonton bersorak, dan para pemain berhamburan di lapangan. Komentator pertandingan saat itu, yang juga public figure asal Middlesbrough, Ali Brownlee berkata:
“Kita ke Eindhoven, kita ke Eindhoven, Boro berhasil! Salah satu malam paling gemilang dalam sejarah sepak bola. Kita kembali ke tahun 1876, bayi Hercules yang digali dari pabrik logam Teesside, ditambang di perbukitan Eston, mengaum sampai ke Eindhoven dan final UEFA Cup!”
Kata-kata emosional itu cukup untuk merangkum perjalanan Boro malam itu dan sejarah yang diciptakannya. Middlesbrough didirikan pada tahun 1876 dari sebuah kota kecil di Inggris bagian timur laut. Sebuah kota industri kecil tapi bisa mengaum di Eropa. Dan berangkat ke Eindhoven, tempat berlangsungnya final, sebagai penantang raksasa Europa League, Sevilla.
Pulang Sebagai Pahlawan
Di atas kertas, Middlesbrough memang dihancurkan Sevilla di final dengan skor 4-0. Luis Fabiano mencetak gol pertama. Kemudian Maresca mencetak dua gol tambahan. Diakhiri dengan gol dari Frederic Kanoute.
Tapi kata “pembantaian” tidak akan cocok untuk menggambarkan laga itu. Tiga dari empat gol Sevilla tercipta saat Boro meninggalkan lini bertahan untuk mencetak gol penyeimbang. Ditambah, Sevilla adalah tim yang sangat kuat dari Spanyol. Skuad yang diisi oleh Dani Alves, Maresca, Adriano, dan Jesus Navas adalah skuad yang terlalu brilian dan kuat untuk dikalahkan.
Boro sudah menggunakan dua keajaiban mereka untuk lolos dari perempat final dan semifinal. Saat mereka membutuhkan empat gol untuk bisa menang. Tidak ada keajaiban ketiga. Namun, itu sama sekali bukan kenangan yang pahit. Boro telah melakukan apa yang tidak bisa dilakukan tim lain. Keajaiban.
Sumber referensi: FBH, UEFA, 90min, ESPN, GMS, Middlesbrough